Dilema Vaksin Covid 19 Untuk Anak Usia 06 – 11 Tahun

Beberapa hari yang lalu ada sebuah berita seorang siswa sekolah dasar meninggal dunia setelah dia mendapatkan suntikan vaksin covid-19. Beredarnya berita tersebut membuat banyak orang tua menjadi ketakutan saat anaknya akan disuntik vaksin covid-19. Ini tentu merupakan hal yang wajar bagi orang tua, karena bagaimanapun juga mereka tidak ingin anak anaknya mengalami hal yang sama sebagaimana yang dialami oleh anak SD tersebut.

Disisi lain pemerintah sedang gencar-gencarnya menggalakkan dan mengupayakan percepatan vaksin kepada seluruh warga negara Indonesia terutama vaksin untuk anak berusia 6 – 11 tahun sebagai upaya untuk mencegah penularan virus covid-19. Hal ini menjadi kontradiksi antara program pemerintah dan fenomena kematian siswa setelah mengikuti vaksin yang terjadi saat ini. Dan kita sebagai pendidik sedikit banyak juga merasakan dampak adanya peristiwa tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa program madrasah saat ini adalah mempersiapkan PTM ( pembelajaran tatap muka) secara menyeluruh 100%. Tentu dengan harapan seluruh tenaga pendidik, staf, karyawan dan juga seluruh peserta didik sudah mendapatkan suntikan vaksin covid-19.

Namun realitanya program vaksinasi tersebut tidak serta merta mendapatkan respon positif dari sekuruh wali siswa. Tidak semua wali siswa bersedia putra putrinya mendapatkan vaksin covid-19. Bahkan prosentase mereka yang tidak bersedia mengikuti vaksin hampir mencapai 30%.
Jika kita melihat fenomena tentang keengganan/penolakan orang tua untuk mengizinkan putra-putrinya mendapatkan vaksin covid saat ini, dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab, diantaranya adalah:

  1. Informasi tentang siswa yang meninggal setelah mendapatkan vaksin covid-19 yang diberitakan dan disebarluaskan secara masif tanpa diiringi dengan konfirmasi dan kroscek data dan kebenarannya.
  2. Kurangnya data dan informasi pembanding atau bahkan tidak ada informasi dari pihak terkait tentang sebab kematian siswa tersebut ,seakan-akan terjadi pembiaran informasi yang berkembang dan bergulir di masyarakat. Sehingga semakin memperparah keadaan. Kalaupun ada informasi mungkin gaungnya tertutupi berita sebaliknya yang lebih menarik 
  3. Inkonsistensi pendapat para Ahli kesehatan yang kadang mendukung dan kadang kadang menolak adanya vaksin. Hal itu tentu menambah kebimbangan masyarakat tentang manfaat dari vaksin.
  4. Kurangnya edukasi dan pengetahuan masyarakat tentang vaksin.

Terlepas dari semuanya yang pasti kita menyadari bahwa rizki, jodoh dan kematian adalah rahasia Alloh yang tidak akan pernah ada yang tahu bukan berarti seseorang yang meninggal dunia setelah melakukan sesuatu menjadi sebab dari kematian tersebu. Apalagi bagi kita yang sama sekali tidak memahami keilmuannya (kesehatan)

Hal itu dapat dianalogikan seperti ini;

Apakah ketika ada seseorang meninggal dunia setelah dia makan “bakso” lalu kita akan menyimpulkan bahwa “bakso” lah yang menjadi penyebab kematiannya dan melarang orang-orang untuk makan “bakso”? Tentu tidak.

Kalaupun bakso itu beracun tentu yang meninggal dunia pasti lebih banyak. dan realitanya tidak semua yang makan “bakso” langsung meninggal dunia. Tentu kita tidak bisa menjustifikasi bahwa semua bakso pasti mengandung racun dan mengundang kematian. 

Begitu juga dengan vaksin. 

Vaksin adalah ihtiar kita untuk menghadapi covid-19.

Tetapi tetap semua akan kembali kepada diri kita masing-masing. Karena logika tidak akan bisa mengalahkan ketakutan kita selama belum mendapatkan informasi yang jelas.

Salam sehat.

Semangat untuk Bapak Ibu guru MIN 4 Jombang 

Salam Literasi Madrasah

H. Ali Ghufron, S.Ag, M.Pd.I (Wakil kepala MIN 4 Jombang Bidang Kurikulum)

Bagikan ke Teman-Temanmu

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas